SEKILAS INFO
: - Kamis, 26-12-2024
  • 4 Tahun Yang Lalu / Terdapat Beberapa Tampilan Style Untuk Web Sekolahku Keren.
Development of Learning Materials

Pengembangan Materi Pembelajaran

Pendidikan Lingkungan Dengan Mengintegrasikan Kearifan Lokal

Development of Learning Materials

Environmental Education by Integrating Local Wisdom

Iin Nurjanah¹, Zulfikar Ar², Saifullah Syahabuddin³

MTsN 2 Pelalawan

MAN 4 Bireuen

MIN 5 Banda Aceh

Email: iinnurjannah88@gmail.com

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah mengenali konsep dan dampak ekonomi dari kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan, yang kemudian akan dikembangkan sebagai materi pengajaran terintegrasi dalam mata pelajaran ekonomi di MA. Metode yang digunakan melibatkan tinjauan literatur yang berkaitan dengan praktik pengelolaan lingkungan di DAS Sungai Rangau dengan memanfaatkan kearifan lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Rantau Kopar yang tinggal sepanjang aliran Sungai Rangau menerapkan kearifan lokal dalam tahap perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, dan pemeliharaan pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan berbasis kearifan lokal dianggap lebih hemat biaya dibandingkan dengan praktik eksploitasi yang mengakibatkan biaya normalisasi lingkungan yang lebih tinggi. Pemeliharaan lingkungan secara berkelanjutan dianggap sebagai solusi terhadap masalah kelangkaan. Oleh karena itu, hasil penelitian ini cocok untuk diaplikasikan sebagai materi tambahan dalam pembelajaran ekonomi di MA pada Kompetensi Dasar 3.1.2 yang menekankan pada analisis masalah ekonomi dan cara mengatasinya.

Kata kunci: edukasi lingkungan, kebijaksanaan lokal

Abstract

The aim of this research is to identify the concept and economic impact of local wisdom in environmental management, which will then be developed as integrated teaching material in economics subjects in high school. The method used involves a review of literature relating to environmental management practices in the Rangau River watershed by utilizing local wisdom. The research results show that the Rantau Kopar community who live along the Rangau River applies local wisdom in the planning, utilization, control and maintenance stages of environmental management. Local wisdom-based environmental management is considered more cost-effective compared to exploitation practices which result in higher environmental normalization costs. Sustainable environmental care is considered a solution to the problem of scarcity. Therefore, the results of this research are suitable to be applied as additional material in economics learning in high school in Basic Competency 3.1.2 which emphasizes the analysis of economic problems and how to solve them.

Key words: environmental education, local wisdom

PENDAHULUAN

Reformasi yang berlangsung di Indonesia pada tahun 1998 memiliki peran penting dalam munculnya otonomi daerah. Proses reformasi ini membuka peluang terjadinya demokratisasi dalam masyarakat. Reformasi menciptakan perubahan peraturan yang terus berkembang hingga diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 yang mengatur tentang Pemerintahan di daerah. Undang-Undang ini memberikan kewenangan dan otonomi yang lebih besar kepada daerah dalam pemberdayaan masyarakat pengelolaan perikanan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah mengakibatkan perubahan dalam persaingan bisnis di daerah.

Dampaknya, usaha di daerah perlu segera beradaptasi dengan perubahan tersebut. Di sisi lain, perubahan ini juga memberikan peluang bagi bisnis di daerah untuk mengembangkan dan maksimalkan kegiatan produksinya. Dalam jangka panjang, diharapkan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat meningkat, terutama dari industri yang mengelola kekayaan daerah.

Namun, akibat dari pengelolaan alam ini, kesakralan alam tergerus oleh invasi dan dominasi ilmu pengetahuan serta teknologi modern. Alam, yang sebelumnya dianggap suci dan menyimpan misteri yang sulit dijelaskan dengan akal budi, kini kehilangan keanggunan dan hormat masyarakat di sekitarnya. Kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi modern telah mampu menjelaskan misteri alam secara rasional, menyebabkan hilangnya nilai sakralitas alam tersebut (Keraf, 2012).

Hasrat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berdampak pada eksploitasi ekstensif sumber daya alam, salah satu bentuknya adalah kegiatan penambangan di sungai. Sungai merupakan lingkungan hidup yang kaya sumber daya dan telah dimanfaatkan dalam berbagai sektor seperti pelayaran, pariwisata, perikanan, pemukiman, dan industri. Pengetahuan yang komprehensif mengenai sungai menjadi esensial dalam pengelolaan dan pemanfaatan sungai. Pemanfaatan dan pengembangan sumber daya air harus selalu memperhatikan aspek kelestarian lingkungan (Abdul Hak, dkk., 2013).

Namun, pemanfaatan sungai sebagai sumber pendapatan ekonomi tanpa dilandasi oleh pengelolaan lingkungan yang baik membawa dampak negatif pada keberlangsungan sungai. Eksploitasi lingkungan di sekitar sungai juga memiliki konsekuensi serius bagi sungai itu sendiri. Contohnya, sungai Rangau, salah satu anak sungai dari Daerah Aliran Sungai Rokan, mengalami dampak buruk akibat eksploitasi hutan dan lahan gambut, serta pembangunan kanal. Penelitian oleh Yustina pada tahun 2018 menunjukkan bahwa eksploitasi ini memberikan kontribusi pada pengeringan rawa dan anak sungai, kebakaran hutan dan lahan gambut yang menyebabkan perubahan iklim lokal (termasuk penurunan debit air dan suhu udara, serta perubahan siklus banjir). Hal ini juga menyebabkan penurunan jumlah jenis habitat mikro yang merupakan sumber makanan bagi ikan, dengan dampak pada penurunan keanekaragaman hayati ikan di Sungai Rangau.

Kesakralan alam yang semakin pudar menyebabkan eksploitasi besar-besaran terhadap alam. Kearifan lokal dalam menjaga lingkungan tidak lagi diberikan perhatian khusus dalam pengelolaan lingkungan. Malah, kehadiran kearifan lokal dianggap sebagai hambatan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat. Hal ini dikarenakan adanya larangan dan kebijakan yang dianggap menghambat optimalisasi penambangan kekayaan alam. Meskipun demikian, jika diperhitungkan dengan cermat, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan rehabilitasi alam tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh dari eksploitasi sumber daya alam. Oleh karena itu, perlu diperhatikan potensi ekonomi yang lebih besar apabila pengelolaan alam, terutama dalam Daerah Aliran Sungai, dilakukan dengan menerapkan kearifan lokal.

Pendidikan, sebagai agen yang mentransfer dan mentransformasi informasi serta nilai-nilai lingkungan, membuat perlu bagi sekolah untuk mengambil peran aktif dalam penanganan permasalahan lingkungan yang terintegrasi dengan aspek ekonomi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, peran sekolah menjadi sangat penting dalam mengintegrasikan konsep dan nilai-nilai lingkungan ke dalam proses pembelajaran, dengan penelitian ini berfokus pada mata pelajaran Ekonomi di SMA. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis berbagai konsep dan nilai-nilai kearifan lokal yang dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi konsep dan dampak ekonomis dari kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan, sebagai bahan ajar yang akan dikembangkan dan diintegrasikan dalam mata pelajaran ekonomi di MA. Hal ini diharapkan akan memperkuat proses pembelajaran dan meningkatkan pemahaman komprehensif siswa terhadap mata pelajaran ekonomi secara keseluruhan.

METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode studi teoretis atau tinjauan pustaka, dengan merujuk kepada berbagai sumber data primer dan sekunder, literatur, serta hasil penelitian sebelumnya yang relevan. Data dan informasi yang menjadi dasar penelitian ini berasal dari sumber data dan tinjauan primer, yang kemudian dianalisis menggunakan pendekatan konsep pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang didasarkan pada kearifan lokal. Pusat perhatian utama dalam analisis ini adalah bagaimana materi pembelajaran pendidikan lingkungan dapat dikembangkan dan diintegrasikan dengan mata pelajaran ekonomi yang mengusung nilai-nilai kearifan lokal. Kearifan lokal yang menjadi fokus dalam tulisan ini merujuk pada kebijaksanaan yang dipegang oleh masyarakat di Desa Rantau Kopar, Kabupaten Rokan Hilir.

Secara keseluruhan, berbagai profesi yang dijalankan oleh penduduk Desa Rantau Kopar mencakup (a) nelayan, (b) Pegawai Negeri Sipil (PNS), (c) pengusaha, dan (d) petani kelapa sawit. Profesi sebagai nelayan menjadi salah satu sektor yang mengalami manfaat ekonomi langsung dari Sungai Rangau. Fakta ini terbukti dengan tingginya hasil tangkapan yang diperoleh oleh para nelayan dalam beberapa tahun sebelumnya. Data mengenai jumlah hasil tangkapan di Sungai Rangau pada tahun 2021 dapat ditemukan dalam Tabel 1.

Tabel 1.

Hasil Tangkapan Sungai Rangau

 Pada  Bulan Januari – November 2021

No.Jenis IkanJumlah Tangkapan (kg)
1Udang Galah184
2Baung13.205
3Gabus13.375
4Gurami874
5Sepat13.756
6Motan2.546
7Patin1.591
8Selais9.935
9Lele11.780
10Subahan3.382
11Juara5.699
 Jumlah76.428

Sumber: UPTD Perikanan Kec. Rantau Kopar 2021

Dalam periode hampir satu tahun, atau tepatnya 11 bulan pada tahun 2021, jumlah hasil tangkapan di perairan Sungai Rangau mencapai 76.428 kg. Hal ini mencerminkan seberapa besar potensi hasil alam yang dapat dimanfaatkan dari Sungai Rangau. Pada tahun 2020, pendapatan nelayan dari aktivitas pengolahan rata-rata mencapai antara Rp. 1.000.000,- hingga Rp. 1.800.000,- per bulan, tergantung pada skala usaha yang dijalankan. Sebagai contoh, usaha olahan ikan asap Selais memiliki tingkat keuntungan sebesar 10,98% dari total penerimaan (M. Ramli: 2020).

Meskipun demikian, terdapat tren penurunan dari tahun ke tahun, khususnya dalam hal jumlah hasil tangkapan. Penurunan tersebut dapat terlihat dari variasi jenis ikan yang ada di Sungai Rangau. Yustina (2016) dalam penelitiannya menemukan adanya penurunan dalam variasi jenis spesies ikan di Sungai Rangau dari tahun ke tahun, sebagaimana yang tergambar dalam grafik 1.

Grafik. 1

Kemangkiran ragam jenis ikan berdasarkan klasifikasi keluarga, genera, dan spesies selama tahun 2019, 2020, dan 2021 dibandingkan dengan informasi pada tahun 2018.

Hasil temuan di atas menggambarkan bahwa seiring berjalannya waktu, jumlah variasi jenis ikan mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan ini dapat disebabkan oleh eksploitasi hutan dan lahan gambut di sekitar Daerah Aliran Sungai Rangau. Dapat juga disimpulkan bahwa ada indikasi penurunan hasil tangkapan ikan dari Sungai Rangau. Penurunan nilai ekonomi Sungai Rangau juga tercermin dalam penurunan jumlah penduduk yang menjalankan profesi sebagai nelayan. Yustina (2021), dalam penelitiannya, menemukan adanya perubahan jumlah penduduk yang menjalankan profesi sebagai nelayan sepanjang periode tahun 2018 hingga 2021.

Grafik 2.

Komposisi Mata Pencaharian Masyarakat Desa Rantau Kopar (perbandingan antara tahun 2018 dan 2021)

Terjadi penurunan drastis dalam jumlah penduduk yang memiliki mata pencarian sebagai nelayan pada tahun 2021 jika dibandingkan dengan tahun 2018. Penurunan persentase profesi sebagai nelayan ini menjadi tanda bahwa daya dukung Sungai Rangau mengalami penurunan yang signifikan. Dengan kata lain, nilai ekonomis dari hasil tangkapan di Sungai Rangau semakin menurun.

Penurunan nilai ekonomis dari hasil tangkapan ini seharusnya menjadi perhatian utama, baik bagi masyarakat setempat maupun pemerintah. Manajemen lingkungan yang berkelanjutan menjadi krusial untuk menjaga dan meningkatkan nilai ekonomis lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Rangau. Selain itu, perlu dilakukan analisis potensi ekonomi yang dapat dikembangkan.

Kearifan Lokal Masyarakat Sekitar Sungai Rangau

Kearifan lokal masyarakat sekitar Sungai Rangau merupakan bagian dari warisan budaya yang diwariskan secara turun-temurun di wilayah budaya tersebut. Prinsip dasar kearifan lokal ini berkaitan dengan ajaran untuk menjaga dan memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Contoh nyata dari penerapan kearifan lokal ini dapat ditemukan pada praktik Subak di Bali dan Sasi di Maluku, di mana masyarakat setempat dapat menjaga kelestarian sumber daya alam dan memberikan manfaat bagi kehidupan mereka. Kehadiran kearifan lokal sangat menguntungkan dalam konteks lingkungan, karena dapat membantu masyarakat dalam menjaga ekosistem dan mengurangi dampak kerusakan lingkungan (Amin Parwati, 2012).

Kearifan lokal mencakup pemahaman, pengetahuan, dan budaya yang membimbing kehidupan masyarakat dalam suatu komunitas berbasis lingkungan. Dengan demikian, kearifan lokal diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan membentuk perilaku lingkungan masyarakat (Fauzul Ambri, dkk., 2013). Sebagai bentuk budaya, kearifan lokal secara tradisional diajarkan melalui pendidikan informal, yang berarti pengajaran tidak melibatkan lembaga formal. Namun, kekhawatiran muncul terkait kemungkinan kearifan lokal menghilang karena tidak ada lembaga formal yang mendukung keberlanjutannya. Selain itu, nilai-nilai kearifan lokal juga terancam oleh kemajuan pendidikan. Istilah “kearifan lokal” juga dapat disebut sebagai pengetahuan lokal, kecerdasan lokal, dan kebijaksanaan lokal. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kearifan lokal diakui sebagai nilai-nilai luhur yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan digunakan untuk melindungi serta mengelola lingkungan hidup secara berkelanjutan (Siswadi, dkk., 2011).

Masyarakat Rantau Kopar masih memegang kearifan lokal dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya sungai. Kearifan lokal ini tercermin dalam beberapa indikator, yakni perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, dan pemeliharaan. Rincian indikator-indikator ini dapat ditemukan dalam Tabel 2.

Tabel. 2

Kearifan Lokal Masyarakat Rantau Kopar dalam Pengelolaan  DAS Rangau

NoIndikator PengelolaanDeskripsi Kearifan Lokal
1PerencanaanMasyarakat Rantau kopar memiliki pengetahuan lokal tentang tata ruang lahan yaitu pemukiman, pengairan dan perkebunan
2PemanfaatanPotensi dan Ketersediaan
3PengendalianPengetahuan tentang penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan serta upaya pencegahan dengan pantang larang
4PemeliharaanMenjaga lingkungan dengan gotong royong dan larangan membuang sampah ke sungai.

Sumber : Totok Andrico (2017)

Dalam pelaksanaannya, kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Desa Rantau Kopar mencakup sejumlah indikator kegiatan, sebagaimana terlihat dalam Tabel 2. Indikator pertama dalam pengelolaan Sungai Rangau adalah perencanaan, yang mencakup pengelolaan perairan. Setiap penghuluan atau kampong memiliki wilayah tanah dan sumber daya airnya sendiri, dan diperlukan kejelasan kepemilikan wilayah bagi setiap penghulu. Kebanyakan tempat pemukiman di Rantau Kopar terletak di sekitar sungai. Kebijakan ini memberikan tanggung jawab kepada setiap penghuluan untuk mengatur dan menjaga lingkungan sebagai sumber air sendiri.

Indikator kedua adalah tata guna lahan, di mana masyarakat Rantau Kopar membagi lahan menjadi tiga fungsi pemukiman, lahan pengairan, dan lahan untuk perkebunan/perladangan. Seluruh masyarakat diharapkan mengikuti pola tata lahan yang telah ditetapkan. Pemukiman juga diatur menghadap sungai untuk mencegah pembuangan sampah ke sungai, yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat.

Indikator ketiga adalah potensi dan kesiapan. Masyarakat Rantau Kopar memiliki pemahaman yang baik tentang potensi hasil tangkapan dari Sungai Rangau dengan mengetahui masa dan daerah tangkapan.

Indikator keempat adalah pengendalian, yang melibatkan penggunaan alat tangkap ikan. Masyarakat menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan tidak merusak ekosistem dasar sungai. Alat tangkap tradisional terbuat dari bahan alam, sehingga tidak mencemari lingkungan. Desain alat tangkap disesuaikan dengan daerah tangkapan untuk mencegah erosi dan sedimentasi sungai, serta memilih ukuran tangkapan yang sudah memenuhi standar untuk ditangkap.

Kelima, upaya pencegahan dilakukan melalui penerapan pantang larang. Beberapa pantang larang termasuk melarang pembuangan racun ke sungai, menangkap ikan dengan alat yang tidak diizinkan, larangan menangkap ikan pada saat seseorang meninggal atau pada hari besar Islam, melarang membunuh labi-labi dan buaya, melarang penggunaan kata-kata kasar atau perilaku sombong di sungai, serta melarang menggunakan gayung di sungai. Pantang larang ini bertujuan untuk mencegah eksploitasi yang berlebihan terhadap sungai. Terakhir, langkah pengendalian melibatkan larangan pembuangan sampah ke sungai dan pelaksanaan gotong royong di pinggiran sungai menjelang hari besar Islam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal Sungai Rangau telah diintegrasikan sebagai materi ajar dalam mata pelajaran Ekonomi. Dalam pendekatan ini, materi lingkungan berbasis kearifan lokal dimasukkan dalam pembelajaran ekonomi untuk Madrasah Aliyah (MA) melalui pengelolaan lingkungan yang berlandaskan pada kearifan lokal. Kompetensi Dasar 3.2 membahas analisis masalah ekonomi dan strategi penanganannya. Materi pokok pertemuan ini mencakup Inti Masalah Ekonomi/Kelangkaan, Pilihan, dan Biaya Peluang. Materi ajar dalam pertemuan ini akan mencakup pengelolaan lingkungan sebagai solusi terhadap kelangkaan. Salah satu bentuk pengendalian yang diusulkan adalah dengan memberlakukan larangan membuang sampah ke sungai dan mengadakan gotong royong di pinggiran sungai menjelang hari besar Islam.

Materi Pembelajaran Ekonomi dengan Pendasaran Kearifan Lokal dalam Konteks Lingkungan

Kearifan lokal akan dijelaskan sebagai metode untuk menjaga dan mengelola lingkungan dengan prinsip berkelanjutan. Selain itu, melalui materi ini, pelestarian lingkungan juga dipandang sebagai upaya untuk mengatasi kelangkaan. Selain menyediakan pendidikan lingkungan, materi ini juga akan menunjukkan nilai-nilai ekonomis yang dapat dihasilkan. Pengembangan bahan ajar ini dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL). Model pembelajaran ini melibatkan lima tahap, termasuk menetapkan tujuan pembelajaran, mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, membimbing pelatihan, memberikan umpan balik, serta melibatkan pelatihan dan penerapan lanjutan.

Penelitian oleh Untung Hasibuan (2012) dan Totok Andrico (2017) juga telah melakukan kajian sejenis mengenai kearifan lokal Sungai Rangau dan mengimplementasikannya dalam pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran Biologi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, materi lingkungan diterapkan dalam pembelajaran Ekonomi. Selain memberikan nilai pendidikan lingkungan, langkah ini juga bertujuan untuk menunjukkan manfaat ekonomis dari pengelolaan lingkungan yang berbasis kearifan lokal.

KESIMPULAN

Berhubungan dengan mata pelajaran ekonomi di MA, hal ini akan berdampak pada peningkatan proses dan hasil pembelajaran siswa secara menyeluruh dan komprehensif. Temuan ini sesuai untuk diintegrasikan sebagai materi tambahan dalam pengajaran ekonomi di MA, terutama pada Kompetensi Dasar yang menekankan analisis masalah ekonomi dan strategi penanggulangannya. Materi ini mencakup kearifan lokal masyarakat Rantau Kopar yang tinggal di sepanjang aliran Sungai Rangau, mencakup tahap perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, dan memuat elemen kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan berbasis kearifan lokal yang telah diimplementasikan melibatkan pemeliharaan. Hasil analisis ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan materi ajar pendidikan lingkungan yang terintegrasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ambri, Fauzul, Zulfan Saam, dan Thamrin. 2013. Kearifan lokal Lubuk Larangan sebagai upaya Pelestarian Sumber daya Perairan di Desa Pangkalan Indarung Kabupaten Kuansing.

Jurnal Kajian   Lingkungan. Pascasarjana Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Riau. Dinas Perikanan dan kelautan Kabupaten Rokan Hilir. 2010.

Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Riau. Hak, Abdul, Rifardi, Yusni Ikhwan Siregar. 2013. Kajian Kapasitas Asimilasi Perairan Sungai Rokan Desa Rantau Bais Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau.

Jurnal Kajian   Lingkungan. Universitas Riau. Keraf, Sony. 2006. Etika Lingkungan. Jakarta: Kompas

Parwati, Amin, Hartuti Purnaweni, dan Didi Dwi Anggoro. 2012. Nilai Pelestarian Lingkungan dalam Kearifan Lokal Lubuk Larangan Ngalau Agung di Kampuang Surau Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional   Pengelolaan Sumber daya Alam dan Lingkungan.Universitas Diponegoro. Ramli, M. 2012.

Usaha Perikanan Asap Selais di Rantau Kopar Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.

Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol 17,1 (2012): 56-64 Siswadi, Tukiman Taruna, Hartuti Purnaweni. 2011. Kearifan Lokal Dalam Melestarikan Mata Air (Studi Kasus Di Desa Purwogondo, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal.

Jurnal Ilmu LingkunganVolume 9, Issue 2: 63-68. Ilmu Lingkungan, Program        Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang Totok Andrico, Yustina, Darmadi. 2017. Pengelolaan Sungai Rangau Berbasis Kearifan Lokal di Desa Rantau Kopar Kabupaten Rokan Hilir Sebagai Rancangan Modul Biologi SMA

TINGGALKAN KOMENTAR