SEKILAS INFO
: - Kamis, 26-12-2024
  • 4 Tahun Yang Lalu / Terdapat Beberapa Tampilan Style Untuk Web Sekolahku Keren.
Nikah Misyar Perspektif Yusuf Qardhawi Misyar Marriage from Yusuf Qardhawi's Perspective

Zulfikar Ar¹, Iin Nurjanah², Yasin Abidin³

MAN 4 Bireuen

MTsN 2 Pelalawan

MAN 2 Tulang Bawang

E-mail: zulfikar.pase@gmail.com,

iinnurjannah88@gmail.com, yasinabidin1234@gmail.com

ABSTRAK

Nikah misyar yang berkembang sekarang. Nikah misyar adalah pernikahan dimana perempuan rela melepas sebagian haknya dan tidak tinggal serumah dengan suami. Para ulama telah beda pendapat terkait hukumnya, sebagian mengharamkan nya Ada ulama yang mengharamkan seperti Syekh Muhammad Nashirudin Albani, Ali Qurah Daqi, Wahbah Zuhaili dan Abdul Sattar Jubali, dan ada pula yang menghalalkannya seperti yusuf al-Qaradhawi. Yusuf al_qaradhawi menghalalkan nikah misyar ini tentu mempunyai metodelogi hukum tersendiri sebagai dasar pijakan nya dalam berijtihad. Namun nikah misyar perlu dilihat dari pandangan-pandangan ahli hukum islam lainnya di Indonesia. Nikah misyār merupakan sebuah model pernikahan di mana seorang wanita memberikan beberapa hak yang biasanya wajib dipenuhi oleh seorang suami, seperti memberi nafkah, tempat tinggal, dan hak gilir bermalam. Namun, hal ini telah menimbulkan berbagai perdebatan di kalangan ulama kontemporer mengenai status hukumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi persoalan yang muncul seputar nikah misyār dan pendapat ulama kontemporer terhadapnya. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif, di mana data dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan dianalisis menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikah misyār telah menimbulkan perdebatan di kalangan ulama kontemporer terkait validitas hukumnya.

Kata Kunci : Misyār, Ulama, Kontemporer.

ABSTRACT

Misyar marriages are developing now. Misyar marriage is a marriage where the woman is willing to give up some of her rights and not live at home with her husband. Scholars have different opinions regarding the law, some forbid it. There are scholars who forbid it, such as Sheikh Muhammad Nashirudin Albani, Ali Qurah Daqi, Wahbah Zuhaili and Abdul Sattar Jubali, and there are also those who make it halal, such as Yusuf al-Qaradawi. Yusuf al_qaradawi confirmed that misyar marriages certainly have their own legal methodology as a basis for carrying out ijtihad. However, misyar marriage needs to be seen from the views of other Islamic law experts in Indonesia. Misyār marriage is a marriage model in which a woman gives several rights that are usually obliged to be fulfilled by a husband, such as providing maintenance, a place to live, and the right to take turns to spend the night. However, this has given rise to various debates among contemporary scholars regarding its legal status. This research aims to explore the issues that arise around misyār marriage and the opinions of contemporary ulama towards it. In this research, the method used is qualitative research with a normative approach, where data is collected through literature study and analyzed using a descriptive analysis approach. The research results show that misyār marriage has generated debate among contemporary ulama regarding its legal validity.

Keywords: Misyār, Ulama, Contemporary.

PENDAHULUAN

Sebagai pendahuluan mendefinisikan nikah dengan apa yang tercantum dalam KHI yaitu, pernikahan adalah akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Definisi ini sesuai dengan UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya para fuqaha sepakat bahwa nafakat wajib diberikat untuk istri, tergantung besar kecilnya nya itu tergantung keadaaan kesua belah pihak. Namun dalam nikah misyar tidak didapi terkait hal nafkah itu. Ini mengundang pakar hukum islam untuk berijtihad menggali hukum nya

Dalam konteks permasalahan perkawinan dalam Islam, terdapat beragam aspek yang perlu dipertimbangkan, mulai dari proses pencarian pasangan hidup, proses lamaran, hingga bagaimana cara memperlakukan pasangan setelah resmi menikah. Islam memberikan pedoman yang komprehensif terkait hal-hal tersebut, sehingga menjadi rujukan utama dalam menjalankan perkawinan. Hal ini disebabkan oleh karakteristik hukum Islam yang mengatur segala aspek kehidupan, termasuk pernikahan, sehingga para ahli fikih (fuqaha) memiliki kompetensi untuk menangani berbagai masalah dan tantangan yang muncul dalam konteks perkawinan dengan fleksibilitas yang sesuai dengan zaman dan situasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan fokus pada analisis deskriptif. Pendekatan deskriptif merupakan suatu metode untuk mengamati suatu kelompok manusia, objek, pemikiran, atau peristiwa pada masa kini dengan tujuan untuk memberikan gambaran atau penjelasan yang sistematis, faktual, dan akurat mengenai berbagai fakta, karakteristik, serta hubungan antara fenomena yang diteliti. Analisis digunakan untuk membantu penulis menyusun penelitian ini dengan cara yang terstruktur sehingga dapat menyoroti inti permasalahan dan mencapai hasil penelitian yang valid.

PEMBAHASAN

Pada pokok pembahasan penulis membagi beberapa sub pokok yaitu:

  1. Kebolehan Nikah Misyar Perspektif Yusuf al-Qaradhawi

Menurut Yusuf al-Qaradhawi seorang ulama fikih tidak berhak untuk membatalkan akad nikah misyar selama rukun dan syarat nya terpenuhi atau karena menganggap pernikahan ini merupakan bagian dari zina gara-gara adanya tanazul. Artinya Yusuf al-Qaradhawi berpendapat bahwa nikah misyar hukum nya boleh.

  • Kehalalan Nikah Misyar Ditinjau Maqashid al-Syari’yyah

Menurut Yusuf al-Qaradhawi nikah misyar merupakan bukan nikah yang dianjurkan dalam islam. Namun pernikahan ini diperbolehkan karena adanya desakan kebutuhan sebagai imbas dari perkembangan masyarakat dan karena perubahan zaman yang terus berkembang. Yusuf Qardhawi menyanggah para ulama yang mengatakan bahwa nikah misyar hanya untuk mencari kepuasan secara biologis dan itu akan merendahkan derajat wanita itu sendiri dengan pendapatnya. Menurut Yusuf Qaradhawi, tujuan mencari kenikamatan dalam pernikahan tidak hanya dari pihak laki laki saja, tetapi tujuan ini berasal dari kedua belah pihak, baik laki-laki maupun perempuan. Menjaga agar tidak melakukan perbuatan jahat adalah suatu nilai luhur yang diajarkan oleh Islam.menurut Yusuf Qardhawi bahwa syara‟ harus memberikan kemudahan dalam masalah nikah supaya manusia tidak terjebak untuk melakukan perbuatan haram. Dan nikah misyar itu bukanlah sesuatu yang dapat disalahkan karena syarat dan rukunnya terpenuhi, baik dicatatkan maupun tidak dari pada harus melakukan zina.

  • Tinjauan Sosiologis Kehalalan Nikah Misyar Perspektif Yusuf Qardhawi

Perkembanagan zaman yang semakin pesat dan pengetahuan yang semakin maju membuat perempuan ingin berdikari (berdiri di kaki sendiri). Perempuan tidak ingin hanya mengandalkan suami untuk mencari nafkah dan berada dibawah ketiak laki-laki. Sehingga, ia merasa sebelum berkeluarga perempuan ingin terlebih dahulu menyelesaikan dirinya. Menyelesaikan pendidikan, karir sehingga ketika menikah perempuan bisa berdiri sejajar dan berjuang bersama suaminya kelak. Di era modern seperti ini tantangan pernikahan sangat beragam yang sebagian muncul dari diri wanita itu sendiri. Dari sini kemudian muncul kaum awanis, yaitu:Wanita yang melajang sampai usia tua yang telah lewat masa untuk melangsungkan perkawinan, wanita-wanita yang masih hidup dengan orang tua mereka, dan tidak mampu memenuhi kebutuhan fitrah dalam membangun sebuah keluarga dan menjadi seorang ibu, wanita-wanita yang mengalami perceraian,fenomena ini sangat banyak sekali, janda yang ditinggal mati oleh suaminya sendirian atau bersama dengan harta yang melimpah ruah, wanita-wanita karir. Seperti inilah kondisi sosiologis perempuan zaman sekarang yang digambarkan oleh Yusuf al-Qaradhawi.

  • Analisis Penulis Mengenai Nikah Misyar Perspektif Yususf Qardhawi

Dari pejelasan Yusuf Qardhawi mengenai penghalalannya terhadap nikah misyar dan istinbath hukumnya di atas, penulis sendiri lebih cenderung terhadap ulama yang mengharamkan nikah misyar. Karena melihat bahwa bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya, Juga mengingat bahwa pernikahan itu bukan hanya soal memenuhi hasrat biologis saja. Dan mengingat banyaknya mafsadat yang ditimbulkan dari nikah misyar itu lebih besar dari pada manfaatnya karena kemanfaatan dari nikah misyar itu hanya dari segi pelampiasan hasrat seksual, maka dalam qaidah ushul fiqih dikatakan: “Menolak “mafsadat” lebih didahulukan dibanding menarik kemaslahatan”. Memang, jika dilihat dari syarat dan rukun pernikahan nikah misyar sudah terpenuhi. Namun, tidak dari segi etik dan moral. Bahkan, nikah misyar kini berubah menjadi praktek prostitusi gigolo yang bertamengkan kehalalan atas nama syari‟at oleh oknum yang tidak betanggung jawab dikarenakan fatwa kehalalannya itu

KESIMPULAN        Penulis menyimpulkan bahwa menurut Yusuf al-Qaradhawi halal, dan boleh dilakukan. Karena pada pernikahan jenis ini telah mencakup rukun dan syarat yang telah ditentukan Islam. Selanjutnya beliau memandang bahwa praktik pernikahan ini sesuiai dengan nilai-nilai maqashid syar’iyyah yaitu menjaga keturunan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghani badullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta; Gema Insani Press, 1994

Abdul Malik Bin Yusuf Bin Muh}ammad Al-Mutlaq, Zawaj al-Misyar Dirasah Fiqhiyyah Waijtima’iyyah Naqdamiyyah, Saudi Arabia: Ibn Labun  Publisher, 1423 H.

Abdul Mālik Bin Yūsuf Bin Muhammad Al-Mutlaq, Zawāj al-Misyār Dirasah Fiqhiyyah Waijtima’iyyah Naqdamiyyah, Saudi Arabia: Ibn Labun publisher, 1423 H.

Abdurrahman, KHI di Indonesia, Jakarta: Akademia Presindo, 1992

Abū Mālik Kamal bin al-Sayyid Salīm, Sahih Fiqh Sunnah, Riyadh: Jami’ah al Islamiyyah al-Su’udiyah, t.t.

Ahmad Bin Yūsuf Al-Daryūsī, Al-Zawāj al-‘Urfi Haqiqatuhu wa Ahkamuhu wa Atsaruhu wal Ankihat Dzatu Al-Shilati Bihi, al-Riyadh: Dar-al ‘Ashimah, 2005.

Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia al-Munawir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1984.

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2001

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2009),

 Beni Ahmad Saebani, Rusdaya 1, Bandung: Pustaka Setia, 2001

Departemen Kementerian Agama Republik Indonesia. Qur’an kemenag 2002.

Djaman Nur, Fiqih Munakahat, Semarang: Dina Utama, 1993

Fathurrahman Jamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Logis Wacana Ilmu, 1997

H.A Djazuli, Ilmu Fiqh: Penggalian, perkembangan, dan penerapan hukum Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013

Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz IV, (Jakarta: PT Pustaka Panji Mas, 1999Lihat juga dalam

Ihsan bin Muhammad bin ‘Ais al ‘Atibi, Ahkamu al-Ta’addud fii Dhau-i al kitab wa al-Sunnah, Yordania: Baitu Ras, 1997.

Ihsan bin Muhammad bin ‘Ais al ‘Atibi, Ahkamu al-Ta’addud fii Dhau-i al kitab wa al-Sunnah, Yordania: Baitu Ras, 1997

Iman Saiful Mukminin, Kamus Ilmu Nahu dan Sharaf, Amzah, t.t.

M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Moh. Nazir, Metodelogi Penelitian, Bogor: Ghlmia Indonesia, 2011

Mohd. Idris Ramulyo, “Hukum Perkawianan Islam (Suatu Analisis dari UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam”. Oleh Yudisia, Vol. 7, No. 2, Desember (2016), hlm. 421.

Muhammad Abdul Raūf Al-Manāwi, Al-Ta’ārif Al-Manāwi, Maktabah Syamilah Ishdar, 3.8 v. 10600, 2009.

Nasiri, “Meneropong pelaku kawin misyar di Surabaya dari sudut dramaturgi Erving Goffman”, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan Vol. 15, No. 2. Thn 2015

Rahmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 297. Lihat juga dalam Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005

Rusdaya Bashri Fikih Munakahat 4 Mazhab dan Kebijakan Pemerintah. (Jakarta: Kaffah Learning Center, 2019

Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir Al-Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer, Yogyakarta: Penerbit Kaukaba, 2013

Saiful Mukminin, Kamus Ilmu Nahu dan Sharaf, Amzah, tt

Saydi Muhammad Syatta Al-Dimyati, ‘Ianatu Al-Thalibin, Semarang: Himah Keluarga, tt.

Sayid Shabiq, Fikih Sunnah, terj. Nor Hasanuddin, Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2006

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, Cet. 5, 1986

Sayyid Sabiq, (Red) Moh. Thoib, Fiqih Sunnah/Sayyid Sabiq, Bandung: Alma’arif, 1997

Sayyid Sabiq, (Red) Moh. Thoib, Fiqih Sunnah/Sayyid Sabiq, Bandung: Alma’arif, 1997

Setyo, Koko. Kajian Yuridis Terhadap Perkawinan Misyār Menurut Hukum Islam, Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013

Simbolon, Parlindungan. Nikah Misyār Dalam Pandangan Hukum Islam, Tinjauan terhadap buku al-Umm, oleh Muhammad bin Idris al-Syafi‟I, Jurnal Al-Himayah, Volume 3 Nomor 2 Oktober 2019

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986

Subki Djunaedi, Pedoman Mencari dan Memilih Jodoh, (Bandung: CV. Sinar Baru, 1992

Usamah Umar Sulaiman Al-Asyqārī, Mustajaddad Fiqhiyyah Fi Qadhāyā Al-zawāj Wa al-Thlmāq, Riyadh: Dar al-Nafais, 2000

Usamah Umar Sulaiman Al-Asyqārī, Mustajaddad Fiqhiyyah Fi Qadhāyā Al- zawāj Wa al-Thlmāq, Riyadh: Dar al-Nafais, 2000.

UU Perkawinan (UU RI No1 Tahun 1994) Beserta penjelasannya, Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2004

UU perkawinan, UU RI. No 1 tahun 1974 Beserta Penjelasannya, Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2004.

Wahbah Al-zuhaili, Al Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, cet, 3 Beirut, Dár al-Fikr, 1989 Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyyah, Juz 1, Jakarta: Bulan Bintang, 1976

Wahbah al-Zuhaili, Qadhaya al-Fikh wa al-Fikr al-Mu’ashir, Dimsiq: Dar al-Fikr, 2007.

Wahbah al-Zuhaily, al-Qadhaya wa al-Fikr al-Mu’assir, Damaskus, Dar al-Fikr, 2006.

Yusuf al-Qardhawi, Zawaj al-Misyar: Haqiqatuhu wa Hukmuhu, Riyadh: Dar al- Qalam li Kulliyyat al-Islamiyyah, 1423 H

Yusuf Qardhawi, Fatwa Al Mu‟assirah, terj.  Muhammad Ihsan, Jakarta: Najah Press, 1994

TINGGALKAN KOMENTAR